Minggu, 25 Oktober 2020

Akan selalu ada banyak kemungkinan dalam hidup. 

 Seseorang menangis, mungkin karena sedih, mungkin karena terharu, mungkin karena kelilipan; semuanya bisa jadi. Dan masih banyak lagi kemungkinan. Prasangkamu itu hanya 1/infinity. Hanya 1 berbanding segala kemungkinan yg tak berujung. 

Tenangkan dirimu, di balik semua ketakutanmu, ada banyak kebaikan yg mungkin akan terjadi. Semua yg ada di pikiranmu itu bukan kenyataan, kita tak pernah tau esok akan bagaimana. 

Kamu sudah hebat! 🌹

Senin, 17 Agustus 2020

Resahku


Ketahuilah, kasih..
Aku ini manusia yang penuh dengan dendam dan nestapa.
Luka yang kuterima, tak cukup sembuh bila hanya dibasuh air mata.
Selagi kisahmu dengannya belum kau sudahi,
Selagi itu pula aku akan terus merasa kau ludahi.

Bahagia kah kau rasa bersamaku?
Memang benar, ragu selalu menghantuiku.
Tapi, bukan di atasmu, melainkan pada aku.
Baik kah aku, untukmu?
Cukupkah teduh mataku bagi hatimu?
Nyatakah tawa indahmu itu?
Ataukah semua hanya untuk menghargaiku?

Sempat tersirat dalam ego-ku.
Bagaimana jika kita saja yang kau sudahi?
Bagaimana biar saja aku, kau ludahi?
Bagaimana, bila aku yang pergi?

Tapi, kasih..
Aku tak ahli dalam menyambutmu pergi
Aku tak pandai berdamai dengan sepi
Aku terlalu dungu untuk kembali menunggu.

-Nicky Livya
Bandung, 18082020.

Selasa, 11 Agustus 2020

Pernahkah kau?

Kala malam panjang cipta hening
Pula dendam jua bergeming
Pada ia kau abdikan
Serata jiwa yang tak terabadikan

Sejuk petrikor masih tercium
Jadi endapan dalam septum
Jenjam menjelma spektrum
Acuh utuh masih belum

-Nicky Livya
Bandung, 12082020.

Jumat, 07 Agustus 2020

Permohonan Maaf


Tuan...
Ampun aku karena tak pandai dalam mengungkap syukur sebab telah memilikimu.
Terjebak dalam badai pikiranku, bila kau anggap aku meniadakanmu.
Kau ada.
Sungguh.
Kau selalu ada pada setiap terik dan redupku.
Di setiap cuaca kehidupanku.
Dalam Aku.

Rabu, 29 Juli 2020

PENAT

Serupa langit, kasih.
Begitulah suasana hati dan pikiranku.
Tak selamanya kemarau,
Tak selamanya pula hujan kacau.
Akan selalu ada pelangi di sisa-sisa rintik,
Akan selalu ada teduh di sela-sela terik.

Serupa beringin di tengah kota, kasih.
Terkadang merasa sepi,
Terkadang ditemani para penikmat kopi.
Sebanyak apapun gedung megah,
Satu pun, tak dapat menghilangkan resah.

Selayaknya engkau, aku pun hanya seorang makhluk.
Tak lebih dari seonggok daging yang diberi nyawa dan terkutuk.
Tak lepas dari norma masyarakat yang melekat.
Juga mampu merasa penat.

-Nicky Livya
Bandung, 29 Juli 2020.

Minggu, 19 Juli 2020

RUWET

Di suatu malam tanpa cahaya, aku menyusuri jalanan yang sunyi seperti tak berpenghuni. Bumi yang biasanya ramai dan menyebalkan, kini sejenak terasa tenang kala para penghirup udara mulai pulas satu-persatu. Pada setiap langkah ringanku, aku mulai menjelma filsuf yang banyak bertanya. 
 “Apakah aku benar-benar sendirian? “ gumamku. 
 Aku mulai bosan dengan perjalanan yang tanpa tujuan ini. Lalu, kutendang saja kerikil yang menghalangi jalanku. 
“Aw! Sakit! “— sontak aku terkejut! 
 “Siapa itu? “ tanyaku, 
“Ini aku, kerikil yang kau tendang dengan kaki kecilmu. Apakah mata kakimu sudah buta sehingga tak dapat kau lihat aku?“ kerikil menggerutu. “
M.. Mm.. Maaf” kataku yang masih tidak percaya dapat mendengar sebuah kerikil berbicara. 
 Kemudian kuambil kerikil itu dan kukembalikan ke tempat asalnya di pinggir trotoar dekat polisi tidur. 
 “Saya duluan, ya. “ aku pamit kepada kerikil dan melanjutkan perjalanan.  
“Haaafftttt—kurasa aku mulai gila. “ aku bergumam lagi. 
 Langkah demi langkah semakin membuat tubuhku melayang, dengan angin yang menerpa membuatku setengah menggigil. Kuputuskan saja untuk menepi, mengambil beberapa detikku untuk rehat. Pundak mungilku yang bahkan tulangnya belum matang namun sudah dipaksa memanggul tas berat, kupijat perlahan dengan jemariku sendiri, aku takut dia depresi, hihihi. 
Rasa-rasanya seperti itu pula hal yang kualami terlebih dalam ranah keluarga.
Huufftt. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Mulutku yang menguap mulai mengkonstruk mataku untuk berubah menjadi sayu. Sialan. Padahal aku masih belum ingin tertidur. 
Punggung belakang ini rasanya semakin hari semakin tua saja. Mau tidak mau, aku harus bersandar. Kemudian, kusandarkan saja pada tiang di pinggir jalan tepat di samping tempat yang kupilih untuk terpejam. 
Tak lama, aku mulai bergumam kembali. “Ada masalah apa Purnama tak muncul malam ini? Apakah ia membenciku? Atau justru ia kalah dengan Dewi kegelapan? “ 
Serta pula sebatang Tiang berbisik melalui karatnya dan memotong pembicaraanku,
"Purnama telah mempermainkanku, Ia datang hanya satu malam lalu meredup, kemudian mengutuh kembali. Tepat hanya satu malam saja. " tiang terlihat murung bercampur kesal. 
Dan, tau apa yg membuatku meminta maaf karena apa yang diucapkannya? 
Tiang berkata, 
"Biarpun begitu, aku selalu menunggunya di tiap-tiap pertengahan bulan. Aku menghitung hari per harinya demi untuk menjumpainya kembali. " Kemudian tiang itu tersenyum. 
Seperti halnya orang yang sedang jatuh cinta, Ia bisa murung kemudian menjadi tersenyum kapan saja dalam waktu yang tak dapat diduga-duga. 
"Cukup! " kataku, pada Tiang. 
"Kau hanya mengucapkan apa yg sebenarnya selalu aku lakukan. " 
Ya. Memang benar adanya. Selalu saja aku menunggu hal yang entah apa dan kapan akan menjadi pasti. Entah yang kutunggu akan kembali menantikanku atau justru yang kunanti sebenarnya malah jijik dengan kehadiranku ini. Ataukah jika kelak kami saling menanti, mungkinkah akan semesta menghendaki kami untuk saling membersamai? 
Aku tak pernah tahu, aku tak pernah benar-benar tahu. Sebab, apa yang lebih nyata daripada hari ini dan detik ini? Maka, izinkan aku sejenak bermimpi untuk mengisi tenaga dari mayat letih ini untuk kemudian melanjutkan perjalanan yang tanpa tujuan, kembali. 


 -Nicky Livya S 
Bandung, 19 Juli 2020. 

Rabu, 17 Juni 2020

Aku

Terdampar diri berjelaga
Lenyap merasuk udara
Terperangkap rindang
Lantas gersang

Larut dalam gelap
Terbutakan pandang
Langkah lusuh kerap
Tak dituntun purnama terang

Terjebak semak
Lemah untuk berteriak
Terbaring muak
Lalu abadi mengabstrak

-Nicky Livya
Bandung, 08072020.

Kamis, 21 Mei 2020

Selamat Tinggal


Selamat Tinggal

Muram raut menuai
Tatap buram yang memburai
Terbebani sepi
Tak berani sendiri

Hadir tanpa permisi
Permisi tanpa hadir
Tumbuh tanpa tanam
Tanam tanpa tumbuh

Malam angkuh memanjang
Hadir keluh timbul terpajang
Luruh seluruh garis kenang
Lantar riuh seorang pecundang


-Nicky Livya
Bandung, 21 Mei 2020.

Selasa, 19 Mei 2020

Esensi-Aksidensi

Memang agak rumit sepertinya berada dalam proses abstraksi diri dalam pencarian Aku yang adalah Aku. Sebab untuk menemukan esensi, maka harus meninggalkan segala ciri aksidensi; untuk menanggalkan 'pakaian' saja rasanya masih berat. Belum lagi perihal sifat, jumlah, hubungan, pasivitas dan ruang-ruang aksidensi lainnya. Bahkan untuk mengenali "Siapa Aku" saja sangat lah tidak mudah. Yang menegaskan rumit di sini adalah rasa sombong dan angkuh yang begitu melekat pada diri, merasa menjadi pemilik dari berbagai hal dan terus merasa tidak cukup. Jelas, ini bukan lagi berbicara perihal benar dan salah atau pun pahala dan dosa, juga bukan tentang surga dan neraka. Lebih dari itu, melainkan berbicara perihal Sang Pencipta. Ya, aku sepakat bila ada yang mengatakan "untuk dapat mengenal Tuhan maka kenalilah dirimu..." sampai kamu benar-benar menemukan "AKU" yang menanggalkan segalanya hingga ke titik menyadari Ke- Maha-Suci-an-Nya. 
Bisakah kita ini para manusia? Hihihi. 
Takbiiirrr..

Bandung, 20 Mei 2020.

Senin, 27 April 2020

Untukmu


Kau angan
Aku ingin
Tapi jangan
Jelma angin

Padamu seruanku
Dariku serpihanmu
Baik harus mengaku
Bahwa diri mendambamu

Langit hendak menyaingi
Biru mata kusayangi
Awan putih merintih
Sebab kau punya lebih

Tapi
Kau angan
Aku ingin
Beku sudah, kita dingin.

-nickylivya
Bandung, 28 April 2020.

Kamis, 09 April 2020

UNTUK PEREMPUAN


Laki-laki membuai hatimu dengan segala bualan.
Menjadikanmu merasa teristimewa.
Meyakinkanmu seakan ia paling memiliki kasih yang nyata.
Berlagak superior dan bergantunglah engkau.
Hari-hari mu dipenuhi resah.
Dibuatnya engkau menjadi takut akan kehilangan.
Dia lekatkan rindu lalu hidupmu berubah kelabu.
Gelisah sepanjang harimu.
Setelahnya dia mengetahui kelemahanmu,
Dan dia manfaatkan kemaluanmu.
Begitulah laki-laki dengan segala kelicikan dan kerakusan atas kekuasaannya.
Ini hanya pandanganku, yang aku tau setiap laki-laki pernah membuat perempuan menangis seperti dungu.

-Nicky Livya
Bandung, 09 April 2020.

Senin, 06 April 2020

Aspirasi

Pada paruh malam yang menaungi
Ku kutuk rindu yang terus mengadu
Adakah rasamu sampai hati
Menuju jasad yang menanggung pilu

Di titik tengah antara ujung dan tepi
Biarkan wujudku menjadi dingin yang memelukmu
Atau barangkali menjadi kain persegi
Yang menyetubuhimu tanpa sedu.

-nickylivya
Bandung,14 Januari 2019.
00:52.

Mati Rasaku

Tiba pada titik ujung malam
Dimana semua rasa beradu
Hingga hati ini dirasanya lebam
Atas segala tingkah laku sendu

Hasrat, gairah dan amarah
Semua menuntut untuk diperhatikan
Timbul pula ini resah
Memperkosa waras dengan hayalan

Oh, Tuan
Nyatakah rasamu?
Aku ini bukan gurauan
Hanya hawa yang butuh kehangatan

Parasmu merayu
Seakan memintaku untuk mencumbu
Dengan mata sayu
Kau memberiku rambu

Tibalah masa kita bersua
Kau pun menjadi candu
Secara paksa jarak pisahkan kita berdua
Dan dipersekusi aku oleh rindu

-Nicky Livya
Bandung,28 Januari 2019.
00:51

Secret Admirer

Can you see it?
Can you feel it?
It when I saw you
It when I'm near you

You might not realize
How much I admire you
You may not feel the warm of this blaze
Who blazed for wanting you

I want you
Can you listen it?
I want you
Can you read it?

Listen to my heartbeat
Give me a seat
On the throne of your heart
That can inspire me to make art

-Nicky Livya
Bandung, 02 Mei 2019.

LACUR

Ke Utara jasadku
Ke Timur pikirku
Di Barat berkelana
Di Tenggara merana

Mau pergi kemana?
Mata angin sudah kehilangan arah
Pilu dirundung renjana
Seketika mati berdarah

Tinggal atau hilang
Kenang membenci kau datang
Berbulan-bulan ku lenyapkan
Sedetik kau beri harapan

Enyahlah dan hancur
Air liur cukuplah berlumur
Basah sudah ini sekujur
Biar saja menjadi kelukur

-Nicky Livya S
Bandung, 25 Mei 2019.
23:31

DI BAWAH LAMPU JALANAN


Sudah lama kita tidak bersua.
Sudah lupa pula aku perihal rasa.
"Kita berbeda kasta" katamu.
"Itu tak jadi soal" kataku.
–Aku bukan orang berbudi, masihkah kau sudi?–
Di persimpangan jalan pada malam itu
Kau menatapku dalam dan aku mengeratkan genggam
Seakan menunggu kematian, perpisahan memang tak pernah menyenangkan.
Mari sejenak menghela nafas panjang, air mata telah menggelinjang.
Mulai detik ini, biarkan semesta merenggut ruang.
Untuk kita yang tak lagi terang.
Tetaplah hidup meski perlahan redup.

-nickylivya
Bandung, 10 Oktober 2019.

Jasad Siapa?

Dia memeluk erat,
Namun tiada kurasa hangat.
Kerap kutatap kembali kedua lingkar.
Tetapi, tetap saja aku ingkar.
Sosok lain yang menyelimuti tubuh ini tiada dikenali diri.
Sedang saat menutup mata kutemukan wajah yang kucinta.
Terpaku gerakku lalu membatu.
Jasad siapa yang saat ini bersamaku?
Kemanakah riang getaran itu?
Sudahilah membuat murung rasaku.

-nickylivya
Bandung, 21 Oktober 2019.

Tentang Tanpamu

Tentang aku dalam redup
Tentang aku yang mencari arti hidup
Tentang kota dan lampu lampu sendu
Tentang sunyi jalanan candu

Tanpamu kutemukan arti meramu
Tanpamu semesta ini semakin semu
Tanpamu resah menjarah pilu
Tanpamu tajam semakin terpalu

-Nicky Livya
Bandung, 160120.

Lalu, Bagaimana?

Aku mengeluh pada Ibu Pertiwi,
Ibu Pertiwi balik mengeluh.
Aku merasa paling menderita,
Ternyata Ibu Pertiwi lebih menderita.
Aku dilecehkan,
Ibu Pertiwi sampai diperkosa.
Aku dibenci,
Ibu Pertiwi malah dicaci maki.
Aku dipukuli,
Ibu pertiwi bahkan dihancurkan.
Keluhku tak sebanding dengan keluhnya Ibu Pertiwi.
Sial!
Aku coba untuk bahagia,
Tetapi Ibu Pertiwi tak lebih bahagia.
Dia masih saja terluka.
Rahimnya mengandung dendam dan pertikaian.
Ahhh!–Erangnya.
Sedangkan cacing-cacing di dalamnya mengerang keenakan, Ibu Pertiwi kesakitan.
Apakah Ibu Pertiwi sedang datang bulan?
Bulan-bulan penuh peperangan antar hewan
Hewan?
Ya, hewan-hewan yang lapar kekuasaan.
Aliran sungai tak lagi mengalir, dikuras habis oleh si rakus yang kehausan; haus akan jabatan, kekayaan, penindasan.
Gunung di hutan kehilangan pepohonan, direbut iblis untuk kepentingan lahan.
Ibu pertiwi sekarat— ini lebih memilukan.
Nyawanya di ambang mati atau tetap hidup.
Sudahlah, tak usah menambah tangis Ibu Pertiwi.

-nickylivya
Bandung, 23 Februari 2020.

Maukah kau tidur bersamaku?


Sayu sudah menyeru dan jemarimu kubiarkan mengkoyak baju kesayanganku.
Jelajahi jasad yang kemarau ini. Bisikan pada telinga suara-suara parau yang terengah dalam sunyi. Malam semakin cantik diiringi suara pekik serta desah sebab tergoyah. Dan dadaku semakin membara kala kata hanya mampu merangkum nama. Sayangku, beri aku syahdu. 

12032020.

Hidup Perempuan Yang Melawan!

Dalam rangka memperingati Hari Wanita Sedunia. 
Kenapa turun ke jalan? Karena masih banyak ketimpangan dan juga ketidakadilan yang bertebaran. Aksi hari ini bukan hanya untuk perempuan melainkan juga untuk kemanusiaan. Tak perlu lah kalian repot-repot meng-istimewa-kan perempuan, karena dari sebuah pengistimewaan akan muncul berbagai bentuk pendominasian dan juga penguasaan atas tubuh perempuan itu sendiri. Dengan dalih menjaga, kami di atur sedemikian rupa; mulai dari tata berbahasa, cara berpakaian, kesenangan merias wajah dengan make-up sebagai tinta, bahkan yang lebih parah adalah masalah selaput dara. Semua saja diatur, semua saja diurusi, lantas dimana kemerdekaan untuk kaum perempuan? Maka dari itu, laki-laki juga berhak untuk mendapat pendidikan agar pikirannya dapat lebih terbuka, pandangannya menjadi luas, agar tidak selalu merasa superior. Agar manusia saling memanusiakan manusia. 
HIDUP PEREMPUAN YANG MELAWAN!

TAI

Tempo hari aku menyaksikan para babi itu melacurkan diri pada janji. 
Setelahnya, anjing anjing itu kemudian mulai berseringai sebab tahu hanya diberi buai.
Sedang kambing masih tetap tersesat di tebing penderitaan.
Iblis menjadi sangat terharu atas pemandangan manusia yang berseteru dan mencela.
Tak mau kalah, Setan pemuja ikut mengecup dan menjilat jua.
Hilang dedaunan yang membelai lembut, terganti oleh hinaan makhluk perenggut.
TAI.

Bandung, 27 Januari 2020.

SAJAK PENCARIAN

-SAJAK PENCARIAN-

Purnama itu aku hendak pergi untuk menemukan air suci. Selama perjalanan, angin menerpaku sembari melemparkan kelancungan semesta yang memuntahkan tanya. Kini aku penuh dengan sumpah serapah sebab nista dalam nalar mereka. 
Oh, adakah dari kalian akan memberi iba?
Tersesat, ya. Pada paruh jalan justru kutemui para babi laknat yang menerkam, memperkosa. Mengkoyak-koyak raga. Bukan inginku jua melepas busana. 
Aku tak berdaya.
Sial! Aku lupa bahwa dunia tak hanya memiliki satu rupa.
Kini aku merintih, tangisku semakin menjadi ketika meratapi jasadku yang semakin hilang keruan. 
Lewat di depanku seorang pemuka agama penuh dengan sorban. Dengan bengis ia menatapku sinis dan menyembunyikan uluran tangan. Darinya kutemukan bahwa sorban bukan jaminan dekat dengan Tuhan.
Tuhan... Oh, Tuhan...
Tak lama datang seorang pengemis menghampiriku. Pakaian kumuh alakadarnya serta celana robek ia kenakan. Kemudian merogoh isi tasnya lalu memberiku makanan. Jemarinya kasar sisa kerja keras seharian, tapi ruhnya membelai penuh kelembutan. Menarikku untuk berdiri tegak dan mengajarkan kehidupan. Akhirnya kutemukan. Tuhan bersama orang-orang yang kemiskinan

- Nicky Livya S
Bandung, 03-02-2020. 
01:23

Bisik Arwah

Kudengar bisik arwah memanggilku–mengatasnamakan dirimu. 
Lembut suaranya hangat masuk melalui telinga kiri. Perlahan jasadku tertarik— satu langkah, dua langkah, pada tiap langkah aku membayangkan cantik rupa seorang Dewi yang penuh kasih.. Pada langkah kelima, tepat pada langkah kelima aku ditarik hingga tergelincir. Ini bukan hanya kaki, tetapi juga rambut panjangku dijambak oleh tangan yang kasar dengan jemari yang kurus kering. Dia melempariku dengan batu sehingga membuatku berteriak "APA SALAHKU? " . Tiba gumpalan asap lalu mulai membentuk wujud yang sangat tidak jelas seperti apa rupanya. Menjijikan. Tapi kulihat matanya, penuh dendam ia menatapku. Penuh luka pada mulutnya. Penuh benci di setiap gurat wajahnya. Bahkan seperti ia tak pernah tertawa seumur hidupnya. Sial! Makhluk apa ini? Makhluk mana yang membuatnya menjadi malang begini? Tolong jangan hanya membisu, bantu aku. 

-nickylivya
Bandung, 04-Maret-2020.

Perayaan

Kau terlihat lebih tampan dengan jas yang kau kenakan.
Tegap dan melangkahlah, ini hari perayaanmu tuan.
Mendekatlah pada gadis terkasih yang sudah menunggu dengan gaun putih.
Dia sangat cantik hari ini, selaras dengan pria gagah yang sedikit lirih.
Jangan kau coreng hari bahagiamu dengan rasa bersalah atas tetes darah pada mataku.
Segala dukamu juga segala rindu yang pernah kita padu biar saja kupanggul—dan aku menjelma debu, terbang di atas riuh para tamu yang bersiul.

Jumat, 27 Maret 2020

Terima-Kasih


Terimakasih karena telah memberiku kasih sedang aku lupa bagaimana caranya mengasihi diriku sendiri.
Terimakasih telah menghidupi hidup yang sebelumnya ingin ku akhiri saja hidupku.
Terimakasih sudah sudi menjadi alasan senyumanku yang bahkan aku sendiri tak pernah sudi membayangkannya lagi.
Kalian semua yang menatap, kalian semua yang menetap, kalian semua yang pernah bertatap, kalian semua yang pernah satu atap.
Maaf jika kasih yang kupunya tak sebesar kasih yang kuterima.
Semoga semua dari kalian selalu berbahagia.


-nickylivya.
Bandung, 28032020.

Senin, 23 Maret 2020

Kutemukan Tuhan

Kutemukan Tuhan pada wajah-mu
Yang elok dan merayu
Kutemukan Tuhan pada pundak-mu
Yang tempat sandaranku
Kutemukan Tuhan pada tangan-mu
Yang memberi dan menghidupiku
Kutemukan Tuhan pada telinga-mu
Yang mendengar riang dan keluhku

Kutemukan Tuhan
Pada Ayah dan Ibu
Pada Bumi Pertiwi
Pada Makhluk
Pada Rasa
Pada Pikiran

Kutemukan Tuhan
Pada udara, hujan, matahari, bulan, bintang, siang dan malam

Kutemukan Tuhan pada Aku

-Nicky Livya
Bandung, 22 Maret 2020.

Sabtu, 08 Februari 2020

Sebuah Dongeng

Kelak aku akan bacakan dongeng sebelum tidur kepada anak-anakku.
Dongeng tentang Si Kancil kecil yang sedang asyik bermain dan selalu ingin mengetahui segalanya, dia nakal tetapi juga banyak akal. Tiba pada saat dia hendak menyebrangi sungai lalu bertemu Buaya yang licik. Buaya memanfaatkan keluguan Kancil dengan menipunya atas kebaikan hati untuk membantu Kancil menyebrangi sungai. "Bantu aku mengeluarkan kayu di dalam mulutku, lalu aku akan membantumu ke tepi selanjutnya. " kata Buaya kepada Kancil.
Kancil yang begitu penasaran dengan apa yang ada di sebrang sungai langsung saja masuk ke dalam rongga Buaya dengan begitu semangatnya. Setelahnya, Sang Buaya menutup mulutnya dengan cepat, membuat Si Kancil menjerit sangat kencang dan berdarah-darah hingga tak bisa ia rasakan sendiri lehernya. Tubuh dan kepalanya terpisah di atas lidah yang menjijikkan. Tiba-tiba, datang Ibu Peri yang mendengar jeritan naas yang melengking, menyadari itu berasal dari tepian sungai Ibu Peri langsung menuju ke sumber suara. "ANJING!!! EH, BUAYA!!!" kata Ibu Peri terkejut. Dikutuklah Sang Buaya menjadi patung seperti Malin Kundang yang durhaka kepada ibunya, lalu Kancil di tarik dan hanya tersisa batang tubuhnya saja. Ibu Peri lalu membacakan mantra, namun bingung tak menemukan kepala. Lalu, kebetulan lewat seorang anak yang tak diinginkan oleh orangtuanya, dimintailah kepalanya, dengan sukarela ia memberikannya. Kepala si anak dipasang dengan Ibu peri yang membaca ulang mantra, maka jadilah Kancil berkepala Manusia. Ini bukan cerita tentang Ganesha, melainkan kisah Si Kancil yang berkepala Manusia. Tamat.

-nickylivya
Bandung, 09-02-2020.

Rabu, 22 Januari 2020

Rinai Sendu

Kuyup dan terduduk
Akar telah berseluk
Mati dan merunduk
Menunggu cahaya menjemput dari ufuk

Kelam menerkam
Tombak menikam
Berdendang jati dalam rindang
Terbang riang serta bimbang

Merdu rintik melodi hujan
Mengais ruh pada ketenangan
Bawa ulur dekap hangat
Renggut semua duka yang menjerat

-Nicky Livya S
Bandung, 23 Januari 2020.

JERIT AKSARA

Darimana bintang-bintang itu mendapatkan cahayanya?
Aku hendak meminta, lalu kuberikan pada tunawisma di pinggir kota.
Darimana purnama mendapatkan indahnya?
Aku hendak meminta, dan kutebar pada ladang sawah agar para petani itu selalu berbahagia.
Andai saja para bangsat yang bernama birokrat itu mencuri untuk kepentingan rakyat.
Andai saja para unggas yang memakai jas itu mendengar tangis para jelata yang memelas.
Dasi didapatkan dengan mudahnya hanya dengan basa-basi.
Sedang mereka yang mengembara tetap saja sengsara.

-Nicky Livya S
Bandung, 22 Januari 2020.

Sabtu, 18 Januari 2020

ANGKAT MINUMANMU

Tidur bersama serakan sampah saja nona
Kita semua sama sama hina
Tak ada kicauan burung pada hatimu
Setiap ucap sayang terdengar muak di telingamu

Lupakan sejenak semua ingin
Berkawanlah dengan gelap serta dingin
Masalah biar mengepul di udara
Sedihmu juga sementara

Sadarilah bahwa perutmu sudah terkikis
Dan malam terlalu larut untuk kau beri tangis
Persetan dengan validasi
Kelak yang hilang berinkarnasi

Gagal itu biasa
Tetaplah hidup meski putus asa
Jangan lupakan sarang
Kau kan temukan jalan pulang

-Nicky Livya S
Bandung, 180120.

Siapakah "Kau" dalam setiap sajakmu?

Kala malam bergeming Tersisakan hening Suara jangkrik menyambut Dataran telah diselimuti kabut  Aku dibalut kelut Menggerutu tan...