Aku mengeluh pada Ibu Pertiwi,
Ibu Pertiwi balik mengeluh.
Aku merasa paling menderita,
Ternyata Ibu Pertiwi lebih menderita.
Aku dilecehkan,
Ibu Pertiwi sampai diperkosa.
Aku dibenci,
Ibu Pertiwi malah dicaci maki.
Aku dipukuli,
Ibu pertiwi bahkan dihancurkan.
Keluhku tak sebanding dengan keluhnya Ibu Pertiwi.
Sial!
Aku coba untuk bahagia,
Tetapi Ibu Pertiwi tak lebih bahagia.
Dia masih saja terluka.
Rahimnya mengandung dendam dan pertikaian.
Ahhh!–Erangnya.
Sedangkan cacing-cacing di dalamnya mengerang keenakan, Ibu Pertiwi kesakitan.
Apakah Ibu Pertiwi sedang datang bulan?
Bulan-bulan penuh peperangan antar hewan
Hewan?
Ya, hewan-hewan yang lapar kekuasaan.
Aliran sungai tak lagi mengalir, dikuras habis oleh si rakus yang kehausan; haus akan jabatan, kekayaan, penindasan.
Gunung di hutan kehilangan pepohonan, direbut iblis untuk kepentingan lahan.
Ibu pertiwi sekarat— ini lebih memilukan.
Nyawanya di ambang mati atau tetap hidup.
Sudahlah, tak usah menambah tangis Ibu Pertiwi.
-nickylivya
Bandung, 23 Februari 2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar